Explore Our Collection

Explore Our Collection. History, Geographic Information System tutorials, Finance, Relationships .

Showing posts with label Sejarah. Show all posts
Showing posts with label Sejarah. Show all posts

Bagian-Bagian Bangunan Taman Sari Yogyakarta


Taman Sari
    Taman Sari juga dikenal sebagai Istana Air. Taman Sari adalah sebuah taman bekas kerajaan Kesultanan Yogyakarta. Terletak sekitar 2 km selatan lingkungan Kraton Yogyakarta. Dibangun pada pertengahan abad 18 dan masing–masing bangunan memiliki beberapa fungsi, seperti area istirahat, bengkel, area meditasi, daerah pertahanan, dan tempat persembunyian. Taman Sari terdiri dari empat bidang yang berbeda: sebuah danau buatan besar dengan pulau dan paviliun yang terletak di sebelah barat, sebuah kompleks mandi di tengah, kompleks paviliun dan kolam di selatan, dan sebuah danau kecil di sebelah timur. Hal ini hanya kompleks pemandian tengah yang terpelihara dengan baik, sedangkan daerah lain telah banyak ditempati oleh pemukiman Kampung Taman. Sejak 1995, Kompleks Istana Yogyakarta termasuk Taman Sari telah terdaftar sebagai sebuah Situs Warisan Dunia.

        Pembangunan Taman Sari dimulai pada masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono I (1755-1792), sultan pertama dari Kesultanan Yogyakarta, dan selesai pada saat Sultan Hamengkubuwono II. Lokasi pembangunan semula dikenal sebagai tempat pemandian yang disebut Pacethokan, sejak masa pemerintahan Sunan Amangkurat IV (1719-1726). Bupati Madiun, Raden Rangga Prawirasentika, turut berpartisipasi dalam pembiayaan pembangunan Taman Sari. Sultan Prawirasentika juga memohon untuk dibebaskan dari kewajiban pajak Madiun. Pembangunan Pasanggrahan Taman Sari selain menggunakan pekerja dari lingkungan sekitar juga menggunakan orang-orang dari daerah Kedu, Madiun, Jepang dan lain lainnya. Sewaktu pembangunan Taman, Sri Sultan sering mengunjungi bahkan pernah juga tidur ditempat tersebut. Orang yang ditunjuk untuk menggantikan segala kedudukan dan tugas-tugas Sri Sultan selama ditinggal ke Pasanggrahan Taman Sari adalah KGPA Adipati Anom.

    pasanggrahan Taman Sari oleh masyarakat sekitar juga disebut istana air Taman Sari atau dalam bahasa asingnya ”water castle”. Sri Sultan selalu mengajak anggota keluarga saat berada di Taman Sari. Beliau selalu bersama permaisuri dan para putra putrinya bahkan para saudara dan abdi dalem. Peraturan yang ada dalam pasanggrahan tersebut tidak jauh berbeda dengan saat di dalam Keraton. Pintu gerbang juga dijaga oleh prajurit. Selain itu pasanggrahan Taman Sari juga digunakan untuk karawitan serta tari menari, berekreasi air, mandi dan berenang, naik perahu dan lain sebagainya. Pada saat sore hari Sri Sultan juga

Bagian Pertama

Bagian pertama merupakan bagian utama Taman Sari yang terletak di sebelah Barat. Dahulu, tempat ini merupakan tempat yang paling eksotis. Bagian ini terdiri dari danau buatan yang disebut "Segaran" (laut buatan) serta bangunan yang ada di tengahnya, dan bangunan serta taman dan kebun yang berada di sekitar danau buatan tersebut.

Pulo Kenongo

Pulo Kenanga, atau dikenal juga sebagai Pulo Cemeti, adalah sebuah pulau buatan yang berada di tengah-tengah segaran. Segaran berasal dari kata dasar segara yang berarti laut, kata segaran sendiri bermakna laut buatan. Di segaran ini selain ditebar berbagai jenis ikan, juga dimanfaatkan untuk kerabat kerajaan bermain sampan. Kini lokasi segaran telah menjadi Pasar Ngasem dan pemukiman penduduk.

Puro Cemethi

Di sebelah selatan Pulo Kenongo terdapat sebuah pulau buatan lagi yang disebut dengan "Pulo Cemethi". Bangunan berlantai dua ini juga disebut sebagai "Pulo Panembung". Di tempat inilah konon Sultan bermeditasi. Ada juga yang menyebutnya sebagai "Sumur Gumantung", sebab di sebelah selatannya terdapat sumur yang menggantung di atas permukaan tanah. Untuk sampai ke tempat ini konon dengan adalah melalui terowongan bawah air. Saat ini bangunan ini sedang dalam tahap renovasi besar - besaran yang bertujuan untuk merestorasi bangunan - bangunan yang masih ada.

Gerbang Sumur Gumuling

Pintu untuk masuk ke sumur Gumuling, dan ada dua pintu masuk yaitu dari arah timur dan barat.

Sumur Gumuling

Disebelah barat Pulo Kenongo terdapat bangunan berbentuk lingkaran seperti cincin yang disebut "Sumur Gumuling". Bangunan berlantai 2 ini hanya dapat dimasuki melalui terowongan bawah air saja. Sumur Gumuling pada masanya juga difungsikankan sebagai Masjid. Di kedua lantainya ditemukan ceruk di dinding yang konon digunakan sebagai mihrab, tempat imam memimpin sholat. Di bagian tengah bangunan yang terbuka, terdapat empat buah jenjang naik dan bertemu di bagian tengah. Dari pertemuan keempat jenjang tersebut terdapat satu jenjang lagi yang menuju lantai dua. Di bawah pertemuan empat jenjang tersebut terdapat kolam kecil yang konon digunakan untuk berwudu.

Pongangan Barat

Dahulu Pongangan barat tersebut berfungsi sebagai dermaga atau tempat perahu berlabuh, terutama untuk Sri Sultan dan kerabatnya. Penamaan bangunan tersebut dikaitkan dengan adanya hiasan manuk beri diatas atap pongangan. Bangunan berdenah empat persegi panjang, bagian utara terdapat ruang terbuka berpagar sebagai tempat perhentian perahu (dermaga).

Pongangan Timur

Fungsi Pongangan Peksi Beri, yaitu sebagai tempat berlabuh perahu atau dermaga, khusus untuk perahu-perahu abdi dalem yang berada di Tamansari. Letak bangunan dipagar Segaran sisi selatan sebelah timur gerbang menuju urung-urung (jalan bawah tanah).

Pulo Panembung (Sumur Gumantung)

Pulo Panembung merupakan pulau buatan yang berada di sebelah selatan dari Pulo Kenanga. Di sini terdapat bangunan berlantai dua yang disebut Gedhong Panembung, tempat Sultan berkontemplasi dan bermeditasi, memohon kepada Yang Maha Kuasa. Panembung sendiri berasal dari kata nembung, atau memohon. Di bangunan ini terdapat sebuah sumur yang menggantung di atas tanah, sehingga disebut juga Sumur Gumantung

Bagian Kedua

Bagian kedua yang terletak di sebelah selatan danau buatan segaran merupakan bagian yang relatif paling utuh dibandingkan dengan bagian lainnya. Bagian yang tetap terpelihara adalah bangunan sedangkan taman dan kebun di bagian ini tidak tersisa lagi. Sekarang bagian ini merupakan bagian utama yang banyak dikunjungi wisatawan.

Gedhong Lopak – Lopak

Di sebelah timur gerbang utama kuno Taman Sari terdapat halaman bersegi delapan. Dahulu di tengah halaman ini berdiri sebuah menara berlantai dua yang bernama "Gedhong Lopak-lopak", atau masyarakat sering menyebutnya dengan gopok-gopok.

Gedhong Gapura Hageng

Gedhong Gapura Hageng" merupakan pintu gerbang utama taman raja-raja pada zamannya. Kala itu Taman Sari menghadap ke arah barat dan memanjang ke arah timur. Gerbang ini terdapat di bagian paling barat dari situs istana air yang tersisa. Sisi timur dari pintu utama ini masih dapat disaksikan sementara sisi baratnya tertutup oleh pemukiman padat. Gerbang yang mempunyai beberapa ruang dan dua jenjang ini berhiaskan relief burung dan bunga-bungaan yang menunjukkan tahun selesainya pembangunan Taman Sari kira-kira tahun 1765 Masehi.

Umbul Pasiraman

Umbul Pasiraman atau ada jugan yang menyebut dengan Umbul Binangun (masyarakat menyebutnya Umbul Winangun) merupakan kolam pemandian bagi Sultan, para istri beliau, serta para putri-putri beliau. Kompleks ini dikelilingi oleh tembok yang tinggi. Untuk sampai ke dalam tempat ini disediakan dua buah gerbang yang berada di satu di sisi timur dan satunya di sisi barat. Di kompleks Umbul Pasiraman terdapat tiga buah kolam yang dihiasi dengan mata air yang berbentuk jamur. Di sekeliling kolam terdapat pot bunga raksasa. Selain kolam juga terdapat bangunan di sisi utara dan di tengah sebelah selatan

Gedhong Gapuro Panggung

Di sebelah timur halaman bersegi delapan tersebut terdapat bangunan yang disebut dengan Gedhong Gapura Panggung. Bangunan ini memiliki empat buah jenjang, dua di sisi barat dan dua lagi di sisi timur. Dulu di bangunan ini terdapat empat buah patung ular naga namun sekarang hanya tersisa dua buah saja. Gedhong Gapura Panggung ini melambangkan tahun dibangunnya Taman Sari yaitu kira-kira tahun 1758 Masehi. Selain itu di bangunan ini juga terdapat relief ragam hias seperti di Gedhong Gapura Hageng. Sisi timur bangunan ini sekarang menjadi pintu masuk situs Taman Sari.

Gedhong Temanten

Di tenggara dan timur laut gerbang Gapuro Panggung terdapat bangunan yang disebut dengan Gedhong Temanten. Bangunan ini dulu digunakan sebagai tempat penjaga keamanan bertugas dan tempat istirahat. Dahulu di selatan bangunan ini terdapat sebuah bangunan lagi yang sekarang tidak ada bekasnya sedangkan di sisi utaranya terdapat kebun yang juga telah berubah menjadi pemukiman penduduk.

Gapura Kenari

Gapura Kenari berada di ujung timur kawasan Tamansari, gerbang ini dulunya berfungsi sebagai pintu belakang taman. Saat ini lokasi Gapura Kenari menjadi jalan masuk menuju obyek wisata Tamansari dari Jalan Tamanan.

Gedong Pangunjukan

Bangunan ini terletak di sebelah kanan dan kiri jalan menuju Gapura Panggung. Gedung yang terdiri dari dua buah bangunan identik ini berfungsi sebagai tempat para Abdi Dalem menyiapkan minuman untuk sultan dan keluarganya.

Bagian Ketiga

Pada bagian ketiga kompleks Taman Sari merupakan tempat bagi Pasarean Dalem Ledok Sari dan Kompleks Kolam Garjitawati. Selain itu, konon di bagian ketiga ini dulunya terdapat kebun dan taman serta bangunan lain yang kini sudah tidak bisa dilihat lagi. Pasarean Dalem Ledok Sari konon digunakan sebagai tempat peraduan bersama permaisurinya. Namun ada juga yang menganggap tempat ini adalah tempat meditasi bagi Sultan.

Bangunan yang bentuknya menyerupai huruf U ini memiliki tempat tidur dibagian tengahnya serta terdapat aliran air dibawahnya. Selain itu juga terdapat dapur, ruang jahit, serta ruang penyimpanan barang. Sedangkan pada sebelah barat, konon tempat tersebut merupakan Kompleks Kolam Garjitawati yang merupakan sisa-sisa dari Pesanggrahan Garjitawati. Kemungkinan tempat ini juga merupakan Umbul Pacethokan yang dulu pernah digunakan oleh Panembahan Senopati.

Gedong Carik

Gedhong Carik terletak di selatan Umbul Binangun, bentuknya berupa lorong dengan dua ruang di kanan kirinya. Gedhong ini sekaligus berfungsi sebagai jalan masuk ke Pasarean Ledhok Sari. Sesuai namanya, gedung ini tempat dimana para carik (juru tulis) bertugas.Gedong Carik, berfungsi untuk menjalankan kegiatan kesektretariatan dan kepentingan birokrasi kraton, terutama pada saat Sri Sultan sedang berada di Tamansari.

Pasiraman Garjitawati

Pasiraman Garjitawati merupakan tempat pemandian di sisi selatan gedung Garjitawati yang berfungsi sebagai tempat pemandian para Abdi Dalem perempuan.

Gedong Blawong

Gedhong Blawong berada di dekat Pasarean Ledhoksari, bangunan ini memiliki fungsi sebagai tempat menyiapkan makanan yang akan disajikan untuk Sultan dan keluarganya selama mereka berada di Pasarean Ledhoksari

Pasarean Ledok Sari

Pasarean atau Pesanggrahan Ledhoksari adalah tempat di mana Sultan beristirahat dan tempat peraduan Sri Sultan dan garwa (isteri). Ornamen di bangunan ini didominasi oleh ornamen gaya eropa. Di dalam bangunan berbentuk U ini terdapat tempat tidur Sultan yang di bawahnya terdapat aliran air. Keberadaan alur aliran air dan ventilasi di bangunan ini menunjukkan teknologi pendinginan alami yang memungkinkan suasana sejuk meskipun cuaca sedang panas.

Gedong Garjitawati

Gedong Garjitawati, merupakan tempat para abdi dalem ketika sedang melaksanakan tugas-tugasnya melayani Sri Sultan dilingkungan Pasarean Ledoksari. Gedhong Garjitawati terletak di sebelah timur Gedhong Madaran, 20 meter di selatan Gedhong Carik. Terdapat pemandian di sisi selatan gedung ini yang berfungsi sebagai tempat pemandian para Abdi Dalem perempuan. Gedung ini kini hanya tersisa tembok bagian bawah saja.

Gapura Umbulsari

Gerbang Taman umbulsari (Gapura Umbulsari) merupakan pintu gerbang menuju ke lingkungan Gedong Ledoksari, Gedong Blawong, Taman Umbulsari, dan sekitarnya.Gapura Umbulsari terdapat di sebelah selatan Pasarean Ledhoksari. Ornamen yang terdapat di sini juga banyak yang bergaya Eropa. Saat ini Gapura Umbulsari menjadi bagian dari pemukiman warga.

Pasiraman Umbulsari (Pasiraman Nagaluntak)

Pasiraman Umbulsari merupakan bangunan yang terletak satu lingkup dengan Paseran Ledoksari. letanya disebelah Selatan Gedong Blawong, untuk menuju pasiraman dari Gedong tersebut dihubungkan sebuah jalan berplester.Terdapat sebuah hiasan berupa patung naga di sisi utara Pasiraman Umbul Sari membuat pemandian ini juga dikenal sebagai Pasiraman Nagaluntak. Tempat pemandian ini dikelilingi oleh pagar tembok yang tebal dan tinggi. Pasiraman yang terletak di selatan Pasarean Ledhoksari ini mempunyai sumber mata air (umbul) sendiri.

Bagian Keempat

Bagian terakhir ini merupakan bagian Taman Sari yang praktis tidak tersisa lagi kecuali bekas jembatan gantung dan sisa dermaga. Deskripsi di bagian ini hampir seluruhnya merupakan sebuah rekonstruksi dari sketsa serangan pasukan Inggris ke Keraton Yogyakarta pada tahun 1812. Konon bagian ini terdiri dari sebuah danau buatan beserta bangunan di tengahnya, taman di sekitar danau buatan, kanal besar yang menghubungkan danau buatan ini dengan danau buatan di bagian pertama, serta sebuah kebun. Danau buatan terletak di sebelah tenggara kompleks Magangan sampai timur laut Siti Hinggil Kidul. Di tengahnya terdapat pulau buatan yang konon disebut Pulo Kinupeng. Di atas pulau tersebut berdiri sebuah bangunan yang konon disebut dengan Gedhong Gading. Bangunan yang menjulang tinggi ini disebut sebagai menara kota










Baian Bagian Bangunan Keraton Yogyakarta

  1.  

Kraton

PUSAT KOTA

Dinamika Masyarakat


Kawasan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat merupakan kawasan yang terletak di tengah-tengah kota Yogyakarata, dan bisa dibilang sebagai pusat dari kota Yogyakarta. Dan jika dilihat dari pembangunannya, pola ruang kota Yogyakarta dari arah timur-barat, karena konsep Catur Gatra Tunggal, hubungan sosial dan ekonomi, ada di Arah Timur dan Barat. Pada zaman dulu keraton difungsikan sebagai tempat tinggal para raja, di dalamnya terdapat komplek kesatriaan yang dijadikan sebagai sekolah bagi para putra sultan. Keraton Yogyakarta dianggap suci karena diapit enam sungai secara simetris yaitu sungai Code, Gajah Wong, Opak Winongo, Bedhog dan sungai Progo.


Wujud Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat adalah berbentuk sebuah kawasan dengan luas 14.000 meter persgi, yang terdiri dari bangunan-bangunan induk, dan penunjang serta halaman dan lapangan. Masing-masing bangunan ini memiliki arti, sesuai dengan fungsi bangunannya. Bangunan-bangunan inti yang ada di Keraton adalah :

sebuah.
  1. Alun-alun Selatan
  2. Sasana Inggil
  3. Bangsal Kemandungan 
  4. Bangsal Kemagangan
  5. Kedaton/ Prabayeksa
  6. Bangsal Kencana
  7. Bangsal Sri Manganti 
  8. Bangsal Ponconiti
  9. Bangsal Witono
  10. Siti Inggil
  11. Tarub Agung 
  12. halamanlaran
  13. Alun-alun Utara.

Diantara satu bangunan dengan bangunan lainnya di pintu gerbang (Regol) yang memiliki arti dan maksud pula. Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat sampai saat ini masih menggambarkan sosoknya, dan saat ini berubah menjadi tempat wisata, museum pusat kebudayaan Jawa, dan sebagai tempat tinggal Sultan. 

Bagian Kraton

Alun-alun Kidul (Selatan)

Alun-alun Kidul (Selatan) adalah alun - alun di bagian Selatan Keraton Yogyakarta. Alun-alun Kidul sering pula disebut sebagai Pengkeran . Pengkeran berasal dari kata pengker (bentuk krama) dari mburi (belakang). Hal tersebut sesuai dengan keletakan alun - alun Kidul yang memang terletak di belakang keraton . Menurut sejarahnya, alun-alun Kidul dibuat untuk mengubah suasana bagian belakang keraton menjadi seperti bagian depan karena Gunung Merapi, Keraton Yogyakarta, dan laut Selatan Pulau Jawa jika ditarik dalam satu garis imajiner akan menjadi satu garis lurus. Agar posisi Keraton Yogyakarta tidak seperti membelakangi laut Selatan, maka dibangunlah Alun-alun Selatan.

Alun-alun Kidul ditumbuhi rumput dan di sekelilingnya telah diberi jalan beraspal , amaran pasir yang luas disertai dengan rerumputan yang memiliki ukuran kurang lebih 165 mx 165 m. Terdapat 2 pohon beringin di tengah alun alun yang disebut 'wok' yang berasal dari kata brewok, untuk menunjukkan alat kelamin dan wanita. Serta, alun-alun Kidul dikelilingi oleh tembok persegi yang memiliki lima gapura, satu buah di sisi selatan serta di sisi lain timur dan barat masing-masing dua buah.

Sekarang ini, Alun-alun kidul digunakan untuk berbagai kegiatan olah raga di pagi hari dan untuk bersantai di waktu malam hari. Adapun ritual yang sejak pertama dilakukan ditempat ini adalah masangin. Dimana ritual ini adalah ritual melewati jalan di antara dua buah pohon beringin kurung (jarak antara dua pohon sekitar 12 meter) yang terletak di tengah Alun-alun dengan mata tertutup. Bagi orang yang berhasil melakukannya, konon bakal terkabul apa yang dicita – citakan.


Sasana Inggil

Siti Hinggil dikenal juga sebagai Sasana Hinggil Dwi Abad didirikan pada masa Sri Sultan Hamengkubuwono I (1755-1792) dan kala itu bernama Siti Hinggil Kidul. Namun pada 1956 tepatnya pada masa pemerintahan Sri Sultan Hamengkubuwono VIII kompleks bangunan mengalami perbaikan serta ditambah jumlah bangunannya. Seiring dengan perombakan itu, maka bangunan menjadi Gedhong Sasana Hinggil Dwi Abad.Pergantian waktu peringatan 200 tahun Kota Jogja.

Siti Hinggil yang terdapat di sebelah selatan ini dapat menunjukkan kenaikan sukma atau kondisi bayi dalam kandungan si ibu yang sudah menunggu saatnya. Adapun jalan kiri Siti Hinggi yang disebut Pamengkang berasal dari kata Mekangkang (posisi kaki yang berjauhan satu sama lain) menunjukkan keadaan seorang ibu yang akan melahirkan.

Bangunan Siti Hinggil seperti halnya Pagelaran menggunakan kerangka besi dan ditopang dengan kolom besi cor yang didatangkan dari Negeri Belanda . Bangunan Sasana Hinggil berada di bagian paling belakang Kraton. Tepatnya di antara Magangan (tempat para calon Abdi Dalem) dan sebelum Plengkung gading di ujung selatan Kraton Jogja. Luas kompleks Sasana Hinggil Dwi Abad kurang lebih 500 meter persegi, dan permukaan tanah lebih tinggi sekitar 150 cm dari permukaan tanah di sekitarnya.

Pada zaman Sri Sultan Hamengkubuwono VIII, fungsi Sasana Hinggil diperluas menjadi tempat pergelaran budaya seperti tempat penyelenggaraan wayang kulit. BS Ronomartono abdi dalem di Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat mengatakan kegiatan itu mulai dilaksanakan ketika Islam mulai masuk tanah Jawa. Tempat ini juga menjadi awal dari prosesi perjalanan pemakaman Sultan yang meninggal menuju Imogiri. Sementara itu, Siti Hinggil Kidul lebih sering digunakan untuk pertunjukan seni seperti wayang kulit, pameran, dan lain-lain.

Bangsal Kemandungan

Di kompleks Kamandhungan Kidul terdapat bangunan utama Bangsal Kamandhungan . Bangsal ini konon berasal dari pendapa desa Pandak Karang Nangka di daerah Sokawati yang pernah menjadi tempat Sri Sultan Hamengkubuwono I bermarkas saat perang tahta III. Bangsal Kamandungan merupakan salah satu bangsal tertua yang berada di kawasan keraton. Bangsal ini diboyong oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I dari Desa Karangnongko, Sragen atau yang sebelumnya bernama Sukowati. menurut riwayat, pada zaman perang Giyanti, bangunan ini merupakan satu-satunya markas Hamengkubuwono I yang tidak dibakar oleh musuh. Maka mendapat kehormatan masuk keraton dan tidak menjadi pertama kali menjadi kali pembangunan keraton Kesultanan Yogyakarta (Tashadi, 1980:105).

Kamand h ungan sendiri berasal dari kata kandungan, yaitu kandungan seorang ibu yang siap melahirkan dan akan melahirkan bayi. Bayi yang lahir saat ini, seterusnya akan dilambangkan melalui regol Gadungmlati, yang warna hijau dan putih, pada bayi yang masih suci dan tentram.

Bangsal Kamandungan ini berbentuk joglo lawakan, yaitu bangunan dengan atap joglo susun dua. Dahulu bangsal Kamandhungan Kidul digunakan sebagai tempat menyimpan benda-benda upacara seperti tandu, jempana, joli, plangki, dan lain sebagainya. Juga benda-benda yang digunakan dalam pertunjukan wayang orang. serta d ahulu m erupakan tempat tinggal Sultan Hamengkubuwono I pada saat perang melawan VOC

Bangsal Kemagangan

Bangsal Kemagangan merupakan bangunan berbentuk joglo lambang teplok, dengan sebuah selo gilang di bagian tengahnya. Kamagangan merupakan gambaran sang bayi yang telah lahir dengan selamat dan magang menjadi (calon) manusia.

Bangsal Kemagangan dahulu bekerja sebagai tempat penerimaan calon pegawai (Abdi Dalem Magang), tempat berlatih dan ujian serta kesetiaan para Abdi Dalem magang. Pada saat ini Bangsal Kemagangan digunakan untuk adalah tempat penyelenggaraan acara Lagu Bedhol, yaitu acara pagelaran wayang kulit malam suntuk, yang diadakan pada akhir setiap acara ritual., sebagai acara penutup maupun beberapa kegiatan lainnya. Pada sisi barat dan timur terdapat Panti Pareden yang berfungsi sebagai tempat pembuatan gunungan untuk upacara Garebeg. Sedangkan Bangsal Pacaosan digunakan sebagai tempat penjagaan (caos) Abdi Dalem untuk menjaga keamanan

Kedathon/ Prabayeksa

Kedathon/ Prabayeksa dapat diartikan sebagai sinar yang sangat besar (Probo = Sinar Yekso = Raksasa), atau Cahaya Agung. Didalam Prabayeksa ada beberapa pedaringan (tempat tidur hias) yang berlainan hadapnya. Ini memiliki arti simbolik bahwa Keraton menghadap ke empat penjuru angin, dengan makna kemanapun manusia menghadap ia berhadapan dengan Tuhan.

Kompleks kedhaton merupakan inti dari Keraton secara keseluruhan. Halamannya paling banyak dirindangi oleh pohon Sawo kecik (Manilkara kauki; familySapotaceae). Kompleks ini setidaknya dapat dibagi menjadi tiga bagian halaman (quarter). Bagian pertama adalah Pelataran Kedhaton dan merupakan bagian Sultan. Bagian selanjutnya adalah Keputren yang merupakan bagian istri (para istri) dan para puteri Sultan. Bagian terakhir adalah Kesatriyan, merupakan bagian putra-putra Sultan. Di kompleks ini tidak semua bangunan maupun bagiannya terbuka untuk umum, terutama dari bangsal Kencono ke arah barat.

Kedaton difungsikan sebagai tempat datu, tempat ratu atau raja. Dan tempat untuk penyimpanan benda pusaka, baik pusaka, regalia, maupun benda keramat lainnya. Adapun yang dipakai untuk menyelenggarakan upacara resmi kraton, misalnya upacara ngabekten.

Bangsal Kencan

Bangsal Kencana , berarti bangsal peninggalan, dibangun pada tahun Jawa 1719, ditandai dengan Candrasengkala : Trus Satunggal Panditaning Tikus . Bangsal Kencana menggambarkan Manunggaling Kawulo-Gusti, dalam arti bersatunya Raja dan Kawula.

Bangsal Kencana berwujud bangunan pendopo yang beberapa bagiannya terbuat dari emas dan dominasi warna emas yang megah, berkelas, dan penuh dengan karisma. Dahulu bangsal ini digunakan untuk latihan menari dan juga menjadi tempat disemayamkannya Sultan Hamengku Buwono IX pada 7 oktober 1988.

Pada tanggal 7 Oktober 1988, pada saat wafatnya Sri Sultan Hamengkubuwono IX, jenasahnya disemayamkan di bangsal Kencana. Kemudian, pada saat Jumenengan Sri Sultan Hamengkubuwono X, bangsal Kencana digunakan untuk menerima ngabekten dari para kerabat dan abdidalem keraton.

Sekarang bangsal ini bekerja sebagai tempat menerima tamu, tempat persembahan persembahan putra-putri raja, dan tempat mengadakan tarian Bedaya Srimpi. Ketika bertahta, Sri Sultan duduk di singgasana di dalam bangsal Kencana agak ke belakang (dibagian Barat) dan menghadap ke Timur. Sementara tratag depan dan Kuncung digunakan sebagai tempat pertunjukan wayang orang dan wayang kulit beserta gamelannya.

Bangsal Sri Manganti

Bangsal Sri Manganti merupakan bangsal berbentuk joglo lambang gantung dengan atap berbentuk limas. Pada dinding penyekat terdapat hiasan Makara raksasa. Pada zaman dahulu, bangsal Sri Manganti bekerja sebagai ruang tamu, di dalamnya terdapat sela gilang untuk tempat duduk raja apabila menemui tamu sekaligus sebagai tempat suguhan tari-tarian, sampai dengan masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono V.

Sri Manganti menggambarkan saat manusia akan menginjak alam barzah, dimana singgah di Bangsal Sri Manganti untuk minum dan mengingatkan manusia bahwa hidup di dunia ini seperti mampir ngombe.

Selain untuk menerima tamu, bangsal Sri Manganti digunakan juga untuk sowan para abdidalem bupati serta para keluarga raja, jika di keraton Di sisi timur Bangsal Srimanganti terdapat Bangsal Trajumas yang pada saat ini digunakan untuk menyimpan beberapa benda pusaka milik Keraton Yogyakarta.

Saat ini, Sri Manganti digunakan sebagai tempat pagelaran seni budaya seperti wayang setiap hari sabtu, dan yang paling menarik di situ adalah ada abdi dalem Cilik yang kadang-kadang sebagai pewayang
Bangsal Ponconiti

Ponco = lima; Niti = meneliti, artinya meneliti dan memeriksa pancaindra dalam rangka masuk ke Siti Inggil, yakni persiapan untuk mempersatukan pikrian dan sujud kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Bangsal ini memiliki bentuk atap sama dengan Bangsal Witono yaitu Tajug Lambang Gantung. Sedangkan penutup atapnya adalah sirap. Bangsal ini memiliki 16 buah tiang, 4 diantaranya sebagai saka guru. Saka guru terbuat dari kayu berbentuk empat persegi panjang dengan hiasan praba warna kuning emas. Sedangkan 12 saka penanggap terbuat dari besi, warna dasar hijau berhias bunga teratai dan kembang kobis wama merah- putih, memberi kesan lembut. Langit-langit bangsal ini menggambarkan sebuah pancaran sinar untuk 'menerangi' Sultan sewaktu mengadili perkara.

Bangsal Ponconiti merupakan bangunan penting di Kraton Yogyakarta yang dilihat sebelumnya sebagai pengadilan. Fungsi pengadilan ini sudah tidak berlaku. Ditambah lagi sejak Kraton Yogyakarta menjadi objek wisata, maka Bangsal Ponconiti dan ruang luarnya menjadi ramai (pengunjung, pemandu wisata, pedagang).
Bangsal Witono

Yaitu bangsal dengan struktur atap tajuk, balok- balok tumpang sari, ragam hias tiang-balok. Bangsal Witono digunakan untuk menempatkan pusaka-pusaka utama Kraton (gamelan pusaka Kanjeng Kyai Gunturmadu dan Nagawilaga pada acara Sekaten sebelum dibawa ke masjidKagungan Dalem di Kauman.) pada waktu dilangsungkan Upacara Penobatan Raja dan pada waktu Upacara Garebeg Mulud tahun Dal (Jawa). Pada tebing belakang bangsal ini terdapat candrasengkala bunyi "Tinata Pirantining Madya Witana", yang berarti tahun 1855 Jawa, dan suryasengkala bunyi "Linungit Kembar Gatraning Ron" berarti tahun 1925 Masehi, menunjukkan tahun pemugaran bangsal tersebut. Bangunan ini terletak di belakang Bangsa Manguntur Tangkil.
Kawasan Bangsal Siti Hinggil

Sitihinggil berasal dari bahasa Jawa “siti” yang artinya tanah atau area, serta “hinggil” yang artinya tinggi. Sitihinggil merupakan tanah atau daerah yang ditinggikan karena memiliki fungsi filosofis penting sebagai tempat resmi kedudukan Sultan saat miyos dan siniwaka. Miyos adalah kondisi dimana Sultan beserta pengiringnya meninggalkan kediamannya sedangkan Siniwaka adalah ketika Sultan Lengga Dampar atau duduk di singgasana.

Sedangkan beberapa bangunan yang terdapat di kawasan Sitihinggil Lor adalah sebagai berikut:

1. Bangsal Sitihinggil

2. Bangsal Manguntur Tangkil

3. Bangsal Witana

4. Bangsal Kori (Kori Wetan dan Kori Kilen)

5. Bale Bang

6. Bale Angun-angun

7. Bangsal Pacaosan

Pada plataran ini terdapat Regol Brajanala yang menghubungkan Plataran Sitihinggil Lor dengan Plataran Kamandungan Lor.
Tarub Agung

Tarub Agung memiliki arti bahwa siapa yang sedang semadi atau gemar semadi, sujud kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, berasa selalu dalam keagungan. Bangunan Tarub Agung ini memiliki denah berbentuk empat persegi, ukuran 4 x 4 meter, dan atapnya berbentuk tajug dan berdiri di atas empat tiang tinggi dari pilar besi. Tarub berarti bangunan tambahan di bagian depan, dan Agung berarti besar.

Di tempat ini maupun di kantor Dalem Kori dan abdi Dalem Jaksa yang dapat digunakan untuk menyampaikan keluhan kepada Sultan, sekarang fungsi pengaduan dari bangunan ini adalah untuk tempat-tempat singga, para pembesar menunggu kedatangannya di istana dan sebagai tempat Sri Sultan mempersiapkan diri jika berjalan menuruni tangga menuju ke Alun-alun Lor.

Halamanlaran 

Pada awalnya, Bangsal Pagelaran disebut Tratag Rambat, yang atapnya berupa sirap kayu. Setelah dipugar, Sri Sultan Hamengku Buwono VIII mengganti namanya menjadi Bangsal Pagelaran. Pemugaran bangunan ini ditandai dengan candrasengkala (tahun Jawa – yang hitungannya berdasar pada bulan/candra ), yang terdapat pada bagian atas muka Bangsal Pagelaran, penanggalan dalam bahasa Jawa itu berbunyi “Panca Gana Salira Tunggal ”, yang artinya tahun 1865 dalam penanggalan Jawa. Selesainya pemugaran ini ditandai dengan suryasengkala (tahun Masehi – yang hitungannya berdasar pada matahari/surya – merah), yang terdapat di bagian atas belakang bangsal tersebut, yang berbunyi “Catur Trisula Kembang Lata ”, yang berarti tahun 1934 (Masehi).

Adapun Pagelaran berasal dari kata pagel = pagol = batas. Dibangsal ini habislah perbedaan satu sama lain, laki-laki maupun perempuan, semuanya memiliki kedudukan yang sama. Hal ini menggambarkan bahwa kehidupan manusia di dunia ini memiliki derajat yang sama di mata Tuhan. Selain itu aspek demokratisasi, bangsal Pagelaran ini juga menunjukkan unsur-unsur yang tidak diperlukan segala sesuatunya.

Bangsal Pagelaran terletak tepat di sebelah Selatan Alun-Alun utara dengan hiasan relief di sebelah atas gerbang di bagian luarnya. Di sebelah atas di atas bagian luar relief hiasan-hiasan berupa lima lebah (tawon) yang di atas seekor buaya/biawak, relief tersebut menunjukkan tahun pagelaran yang disempurnakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono VIII.

Pada zamannya, Pagelaran merupakan tempat para punggawa kesultanan menghadap Sultan pada upacara resmi. Sedangkan saat ini Bangsal Pagelaran digunakan untuk ering digunaka nuntuk even - even pariwisata, religi, dan lain-lain disamping untuk upacara adat keraton, contohnya adalah pelaksanaan Upacara Garebeg, yang diselenggarakan tiga kali dalam setahun.